Konsep Toleransi dan Kebebasan Beragama
Konsep Toleransi dan Kebebasan Beragama
Adimas surya
Secara
Bahasa toleransi berarti tegang rasa. Sedangkan kata toleransi itu sendiri
berasal dari Bahasa latin, yaitu tolerantia yang berarti kelonggaran,
kelembutan hati, keringanan, dan kesabaran. Secara umum, istilah ini mengacu
pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela, dan kelembutan. United Nations
Educational, Scientific, and Cultural
Organization ( UNESCO )
mengartikan toleransi sebagai sikap “saling menghormati, saling menerima, dan
saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi, dan
karakter manusia”. Untuk itu, toleransi harus didukung oleh cakrawala
pengetahuan yang luas, bersikap terbuka, dialog, kebebasan berpikir dan
beragama. Singkatnya toleransi setara dengan bersikap positif dan menghargai
orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan asasi sebagai manusia.
Toleransi
beragama adalah toleransi yang mencangkup masalah - masalah keyakinan dalam diri manusia yang berhubungan
dengan ketuhanan, akidah ataupun keyakinan yang diyakini seseorang. Setiap
individu harus diberikan kebebasan untuk meyakini, dan memeluk agama yang
dipilih oleh setiap individu, serta memberikan penghormatan atas pelaksanaan
ajaran yang dianut.
Toleransi
beragama adalah perwujudan dari ekspresi pengalaman keagamaan dalam bentuk
komunitas. Ekspresi pengalaman ini keagamaan dalam bentuk kelompok ini, menurut
Joachim wach, merupakan tanggapan manusia beragama terhadap realitas
yang bersifat mutlak, dan diwujudkan dalam bentuk jalinan sosial antar umat
beragama, baik yang seagama maupun berbeda agama.
Menurut
Fritjhof Schuon yang merupakan filosof dari Perancis yang beraliran mistik,
agama secara eksoteris muncul di dunia ini berbeda beda. Namun terlepas dari
semua perbedaan perbedaan yang ada dalam agama agama yang ada di dunia ini,
Mereka semua memiliki suatu kesamaan, yaitu bersumber dan tertuju pada supreme
being ( Tuhan ).
Dalam
kehidupan sosial, toleransi merupakan bentuk akomodasi. Manusia yang beragama
secara sosial tidak bisa terhindarkan dari fakta bahwa mereka hidup di dunia
ini tidak hanya dengan kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok
kelompok yang memiliki agama atau keyakinan lain. Individu -
individu yang beragama harus berusaha bersikap toleran agar dapat menjaga
kestabilan sosial, sehingga tidak muncul benturan - benturan
atau perselisihan karena agama atau keyakinan.
Di
dalam sejarah tercatat bahwa banyak terjadi pertumpahan darah hanya semata mata
hanya karena agama. Hal ini terjadi karena ketiadaan rasa saling memahami
antara satu sama lain, yang seharusnya hal tersebut dapat dihindarkan dengan
sikap saling bertoleransi satu sama lain.
Di
Indonesia sendiri ,konsep toleransi sangat erat dengan kehidupan sehari hari
masyarakat. Hal ini dikarenakan mengingat bahwa kita hidup di salah satu negara
yang multikultural dengan berbagai macam agama, budaya, suku,
etnis ras, dan Bahasa yang beragam atau dapat juga disebut dengan “mega
cultural diversity”. Hal ini mungkin membawa keuntungan atau salah satu
keunikan dari negara kita, namun jangan lupa bahwa hal ini juga merupakan
alasan yang membuat Indonesia menjadi rentan terhadap berbagai upaya yang ingin
memecahkan bangsa kita ini.
Sayangnya
di negara Indonesia masih sering terjadi konflik, tidak jarang juga konflik ini
sering kali berhubungan dengan agama. Konflik konflik antara umat beragama yang
terjadi ini dapat berupa konflik antar agama maupun konflik antar aliran
tertentu dalam suatu agama. Tentunya ini merupakan sebuah tantangan bagi bangsa
Indonesia untuk menegakkan kebhinekaan dimana salah satu yang menjadi masalah
krusial yakni tentang isu toleransi umat beragama yang berada di Indonesia yang
memiliki enam agama resmi atau diakui oleh pemerintah yakni Islam, Kristen, Katolik,
Budha, Hindu dan Konghucu menjadikan Indonesia salah satu negara yang memiliki
berbagai macam agama. Selain keenam agama resmi yang diakui oleh pemerintah
tersebut, kita juga tidak boleh melupakan bahwa di negara kita banyak juga
agama lokal atau aliran tertentu yang dikembangkan oleh nenek moyang kita.
Maka
dari itu membangun sikap toleransi di masyarakat Indonesia tentunya memiliki
berbagai tantangan untuk dapat mewujudkannya. Apalagi dengan maraknya berbagai
kasus yang ada, ditambah lagi terkadang ketidakefektifan pemerintah dalam
menangani masalah – masalah tersebut, seolah mereka menutup mata dan lambat
dalam mengambil keputusan untuk menyikapi intoleransi beragama yang semakin
marak di Indonesia. Apalagi, pasca Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun 2017 dilanjutkan Pemilihan Presiden
(Pilpres) tahun 2019 yang membenturkan isu agama dengan politik yang membuat
masyarakat Indonesia hampir terseret ke persoalan isu agama. Sebelumnya menurut
survei yang dikeluarkan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2010
kasus intoleransi di Indonesia cenderung menurun namun kembali meningkat pasca
2017 dengan intoleransi religious-cultural cenderung meningkat terutama dalam
hal pembangunan rumah ibadah.
Tidak
hanya itu kasus intoleransi beragama yang marak ini diperparah dengan
tercampurnya unsur – unsur politik yang berkaitan erat dengan masyarakat
Indonesia, dan dapat membuat masyarakat kita terancam terpecah belah hanya
karena agama, seperti yang sudah disampaikan di paragraph sebelumnya. Maka dari
itu perlunya kesadaran dalam masyarakat bahwa sikap toleransi perlu dibangun
dan dijaga untuk memunculkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa agar tidak
terjadi bentrokan massa.
Agar
dapat terhindar dari bentrokan antar kelompok agama, aliran tertentu ataupun
pandangan lainnya yang berkaitan dengan agama tentu saja perlu adanya kesadaran
umat beragama yang dapat meminimalisir atau menekan rasio bentrokan yang
terjadi di masyarakat. Untuk menghindari sikap kecurigaan antara satu dengan
yang lain diperlukan adanya interaksi sosial yang lebih intens. Kesadaran
sikap toleransi tidak begitu saja dapat dipahami oleh Sebagian masyarakat
Indonesia yang sangat multicultural. Bentuk interaksi sosial yang diakomodasi
tentunya akan membentuk suatu rasa saling menghargai satu sama lain.
Selain itu dalam menjalankan
toleransi umat beragama perlu adanya pemahaman dari masyarakat Indonesia bukan
hanya melihat minoritas dan mayoritas namun dari semua elemen bangsa Indonesia
khususnya dapat benar-benar menjalankan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari yang pada akhirnya gesekkan terkait intoleransi dapat diminimalisir
atau berkurang karena adanya kesadaran dari berbagai pihak dari penerapan
toleransi dari segi bidang apapun.
Dengan demikian Perlu
adanya keseriusan pemerintah pusat dalam mengontrol suatu kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang justru banyak mengeluarkan peraturan,
surat keputusan, maupun peraturan daerah yang melegalkan sikap intoleransi ini.
Kebijakan yang dikeluarkan tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak
kepentingan yang justru merasa diberikan keleluasaan untuk bersikap
intoleransi. Selain itu, perlu ada keseriusan dari pemerintah pusat dalam
membuat regulasi atau aturan untuk pemerintah daerah agar tidak mengeluarkan
peraturan daerah yang justru memberikan angin segar untuk melegalkan adanya
diskriminasi terhadap kelompok agama, kelompok sekte atau kelompok aliran yang
justru membuat pelanggaran HAM atas nama agama semakin besar di negeri ini.
Perlu adanya komitmen bersama bagi penegak hukum, pengambil kebijakan, civitas
akademis, masyarakat untuk melaksanakan pemahaman Pancasila agar dapat
dijalankan sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku.
Daftar Pustaka
Comments
Post a Comment